Brigadir Bethell di kenal sebagai perwira
inggris yang hebat dalam perang dunia kedua , mendarat di Semarang pada 20 Okt
1945 dengan maksud mengurus tawanan perang dan tentara Jepang yang berada di
Jawa Tengah. Kedatangan sekutu ini diboncengi oleh NICA. Mereka mempersenjatai
para bekas tawanan perang Eropa, sehingga pada tanggal 26 Oktober 1945 terjadi
insiden di Magelang yang kemudian terjadi pertempuran antara pasukan TKR dengan
pasukan Sekutu.
Insiden berakhir setelah Presiden Soekarno dan
Brigadir Jenderal Bethell datang ke Magelang pada tanggal 2 November 1945.
Mereka mengadakan perundingan gencatan senjata dan memperoleh kata sepakat yang
dituangkan da1am 12 pasal. Naskah persetujuan itu berisi antara lain: Pihak
Sekutu akan tetap menempatkan pasukannya di Magelang untuk melakukan
kewajibannya melindungi dan mengurus evakuasi pasukan Sekutu yang ditawan
pasukan Jepang (RAPWI) dan Palang Merah (Red Cross) yang menjadi bagian dari
pasukan Inggris. Jumlah pasukan Sekutu dibatasi sesuai dengan tugasnya. Jalan
raya Ambarawa dan Magelang terbuka sebagai jalur lalu lintas Indonesia dan
Sekutu. Sekutu tidak akan mengakui aktivitas NICA dan badan-badan yang ada di
bawahnya.
Pihak Sekutu temyata mengingkari janjinya.
Pada tanggal 20 November 1945 di pertempuran Ambarawa pecah pertempuran antara
TKR di bawah pimpinan Mayor Sumarto dan pihak Sekutu. Pada tanggal 21 November
1945, pasukan Sekutu yang berada di Magelang ditarik ke Ambarawa di bawah
lindungan pesawat tempur. Namun, tanggal 22 November 1945 pertempuran berkobar
di dalam kota dan pasukan Sekutu melakukan penyerangan terhadap perkampungan di
sekitar Ambarawa.
Pasukan TKR
di Ambarawa bersama dengan pasukan TKR dari Boyolali, Salatiga, dan Kartasura
bertahan di kuburan Belanda, sehingga membentuk garis medan di sepanjang rel
kereta api yang membelah kota Ambarawa. Sedangkan dari arah Magelang pasukan
TKR Divisi V/Purwokerto di bawah pimpinan Imam Androngi melakukan serangan
fajar pada tanggal 21 November 1945. Serangan itu bertujuan untuk memukul
mundur pasukan Sekutu yang bertahan di desa Pingit. Pasukan yang dipimpin oleh
Imam Androngi herhasil menduduki desa Pingit dan melakukan perebutan terhadap
desa-desa sekitarnya. Batalion Imam Androngi meneruskan gerakan pengejarannya.
Kemudian Batalion Imam Androngi diperkuat tiga hatalion dari Yogyakarta, yaitu
Batalion 10 di bawah pimpinan Mayor Soeharto, Batalion 8 di bawah pimpinan
Mayor Sardjono, dan batalion Sugeng.
Akhirnya musuh terkepung, walaupun demikian,
pasukan musuh mencoba untuk menerobos kepungan itu. Caranya adalah dengan
melakukan gerakan melambung dan mengancam kedudukan pasukan TKR dengan
menggunakan tank-tank dari arah belakang. Untuk mencegah jatuhnya korban,
pasukan TKR mundur ke Bedono. Dengan bantuan Resimen Dua yang dipimpin oleh M.
Sarbini, Batalion Polisi Istimewa yang dipimpin oleh Onie Sastroatmojo, dan
batalion dari Yogyakarta mengakibatkan gerakan musuh berhasil ditahan di desa
Jambu.
Di desa
Jambu, para komandan pasukan mengadakan rapat koordinasi yang dipimpin oleh
Kolonel Holland Iskandar. Rapat itu menghasilkan pembentukan komando yang
disebut Markas Pimpinan Pertempuran, bertempat di Magelang. Sejak saat itu,
Ambarawa dibagi atas empat sektor, yaitu sektor utara, sektor timur, sektor
selatan, dan sektor barat. Kekuatan pasukan tempur disiagakan secara
bergantian. Pada tanggal 26 November 1945, pimpinan pasukan dari Purwokerto
Letnan Kolonel Isdiman gugur maka sejak saat itu Kolonel Sudirman Panglima
Divisi V di Purwokerto mengambil alih pimpinan pasukan. Situasi pertempuran
menguntungkan pasukan TKR.
Kehadiran Kol. Soedirman memberikan napas baru
kepada pasukan-pasukan RI. Koordinasi diadakan di antara komando-komando sektor
dan pengepungan terhadap musuh dengan memutus jalur komunikasi pasukan lawan
dengan induknya dan menutup semua akses musuh keluar dari kepungan. Ini siasat
perang moderen. Karena sebelum serangan kolosal dilakukan , pasukan khusus di
kirim ke pusat markas musuh untuk melakukan sabotase melumpuhkan saluran
komunikasi radio.
Dan harus di
lakukan dengan cepat mengingat sistem perlindungan pasukan musuh per sektor
sangat solid karena di dukung pasukan udara yang canggih. Serangan harus
seperti air bah. Tidak boleh terhenti karena apapun dan serentak dari segala
sektor. Karenanya perlu dukungan dan Kordinasi yang hebat serta disiplin yang
tinggi untuk mengikuti alur komando. Soedirman di dukung pasukan dari
Yogyakarta, Solo, Salatiga, Purwokerto , Magelang, Semarang , dan lain-lain.
Kita tidak bisa membayangkan bagaimana mungkin prajurit muda dan pemuda yang
tak pengalaman tempur secara kolosal harus menghadapi prajurit sekutu yang
berpengalaman dalam perang dunia Kedua. Tapi mereka siap tanpa ragu menjemput
takdirnya.
Seusai sholat subuh berjamaah , letusan
tembakan sebagai isyarat dimulainya serangan umum pembebasan Ambarawa,
terdengar tepat pukul 04.30 WIB pada 12 Desember 1945. Pejuang yang telah
bersiap-siap di seluruh penjuru Ambarawa mulai merayap mendekati sasaran yang
telah ditentukan, dengan siasat penyerangan mendadak secara serentak di segala
sektor. Seketika, dan segala penjuru Ambarawa penuh suara riuh desingan peluru,
dentuman meriam, dan ledakan granat.
Serangan
dadakan tersebut diikuti serangan balasan musuh dengan hujan roket dan senjata
berat yang di dukung kendaraan panser. Sekitar pukul 16.00 WIB, TKR berhasil
menguasai Jalan Raya Ambarawa Semarang, dan pengepungan musuh dalam kota
Ambarawa berjalan dengan sempurna. Karena persediaan logistik maupun amunisi
sudah berkurang. Pertempuran jarak dekat tak bisa di hindari. Golok berhadapan
dengan bayonet dan Sangkur berhadapan dengan bambu runcing. Kesaksian perwira
inggeris mengambarkan suasana ketika itu bahwa perang Ambarawa perang yang
paling brutal dan heroik. Prajurit sekutu yang terlatih dalam perang pacific
praktis tak berdaya dengan gagah beraninya pemuda dan tentara menghadang maut.
Pertempuran berakhir dengan kemenangan
gemilang pada pihak TKR. Serangan pembebasan Ambarawa yang berlangsung selama
empat hari empat malam dilancarkan dengan penuh displin dan pantang menyerah.
Ketika perang itu berlangsung usia mereka masih d bawah 30 tahun dan Soedirman
sebagai komanda lapangan baru berusia 29 tahun.
Dari sini
muncul perwira muda cemerlang seperti Imam Adrongi, Soeharto, Soegeng, Sarbini
dll.Mereka semua alumni sekolah kepanduan Hisbul Wathan ( HW) di bawah asuhan
Muhammadiah, yang kemudian di bina oleh jepang sebagai pasukan inti PETA. Dari
perang Ambarawa itu menaikan nama nama hebat seperti Soedirman, Soeharto , A
Yani , Sarwo Edie, Gatot Subroto, dll yang kelak jadi generasi penentu melawan
hegemoni PKI terhadap Soekarno dan berhasil menumpas pihak yang ingin
memisahkan diri dari Republik Indonesia dan yang ingin merubah Pancasila
sebagai dasar negara . Mereka menjadi inspirasi hebat bagi generasi TNI
sekarang untuk menjadikan NKRI harga mati dan Pancasila akan bela sampai mati.
Peristiwa Ambarawa di peringati sebagai hari infantri oleh TNI.
Bagaimanapun kita bersyukur bahwa negara ini
berdiri karena jasa para pemuda pemberani dan dukungan moral para Ulama yang
bukan hanya doa tapi juga mengirim para santri ke medan tempur. Karena ulama
sesungguhnya mengajarkan persatuan atas dasar keberagaman, bukan ulama yang
ingin revolusi dan mengancam persatuan dan kesatuan.
Selagi ada orang yang mengaku ulama dan ancam mau
revolusi maka dia bukan ulama tapi kriminal dan hanya ingin menjadikan
indonesia terkoyak. Dia adalah musuh islam sesungguhnya dan musuh ulama yang
sebenarnya. Dia adalah boneka asing yang tak ubah seperti ISIS untuk memuaskan
sahwat libido akan kekuasaan dan harta. Kita harus menitu gerasi pemberani.
Lawan orang yang ingin menjadikan agama sebagai alat pemecah belah negeri
ini... Kalau kita diam saja maka hanya masalah waktu nasifp negeri ini lebih
buruk dari syuriah..
Grup fb Diskusi Dengan Babo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar