Post Top Ad

Post Top Ad

Jumat, 09 Juni 2017

KPK vs DPR : "Karena Anggota Tak Tenang dalam Bekerja !"

(Indikasi) peseteruan KPK dengan mayoritas Fraksi DPR-RI, mengingatkan saya dengan bulan Oktober 2011. Masih segar dalam ingatan, bahkan bisa dijemput melalui youtube, tontonan Indonesia Lawyer Club bulan Oktober 2011. Penasehat KPK yang juga sekaligus Ketua Komite Etik KPK, Abdullah Hehamahua, di"sudutkan" dalam taraf yang menurut saya, tak beretika.

Pada acara yang digawangi wartawan fenomenal Karni Ilyas (TVOne) ini, lawyer Nazaruddin, Otto Cornelis (OC) Kaligis "menghantam" Abdullah Hehamahua. "Malaikat munafik" itu gelar yang diberikan pengacara kondang ini pada mantan Ketua HMI tersebut. Dengan intonasi suara (via telpon) penuh dendam dan kemarahan,

 Kaligis menghujat Hehamahua sebagai manusia pembohong yang tidak layak untuk dipercayai. Lucunya, tak ada pembelaan berarti dari anggota-anggota DPR serta pengamat hukum serta budayawan yang hadir pada malam itu.

Justru, sebilah "badik" yang diberikan oleh mahasiswa kepada Abdullah Hehamahua agar tetap tegar melawan koruptor, bahkan secara spesifik mahasiswa (Makassar) tersebut mengatakan : "kami serahkan badik ini pada pak Abdullah, jangan takut melawan Kaligis".

Entah karena usia sudah mulai menua, atau memang penguasaan emosi-nya yang stabil, Abdullah tidak begitu responsif-marah menanggapi statement Kaligis dan beberapa pengamat pada malam itu yang terkesan tendensius ingin "membonsai" tupoksi KPK, untuk tidak mengatakan ingin membubarkan KPK.

Bagi saya, ketenangan Abdullah Hehamahua pada malam itu, menunjukkan kualitasnya. Ia tak mau terbawa arus perdebatan yang tak substantif. Ia ingin dianggap waras. Beda dengan Kaligis (terutama menurut saya) pada malam itu terkesan "sasak angok". Kejadian malam itu (kembali) mengingatkan kita pada rapat konsultasi antara pimpinan DPR dan penegak hukum beberapa hari sebelum macara ILC yang berakhir antiklimaks tersebut.

Setelah dibiarkan berlangsung suka-suka, rapat berakhir mengambang, tanpa ada kesimpulan. Berlangsung suka-suka karena dalam rapat yang digelar menurut editorial Media Indonesia (tanggal 4/10/2011), DPR seenak udel menguliti, bahkan mengata-ngatai KPK sebagai teroris baru. Yang terjadi bukan rapat konsultasi, melainkan penghakiman, bahkan penghinaan, terhadap KPK. Substansi rapat yang seharusnya membahas soal penyamaan persepsi terkait dengan pemeriksaan pimpinan Badan Anggaran DPR melebar jauh hingga usul pembubaran KPK. Ada anggota DPR bahkan yang menggurui KPK perihal hukum dengan nada memarahi.

Rapat tanggal 4 Oktober 2011 yang berlangsung hampir 2 jam itu dihadiri seluruh pemimpin DPR, pemimpin Komisi III DPR, dan pemimpin fraksi-fraksi DPR, serta Kapolri Jenderal Timur Pradopo, Jaksa Agung Basrief Arief, dan empat komisioner KPK kecuali Bibit Samad Rianto.

Dalam rapat yang dipimpin Ketua DPR Marzuki Alie itu, pimpinan Komisi III DPR yang menjadi mitra kerja KPK justru menghujani Ketua KPK Busyro Muqoddas dan jajarannya dengan serangan bertubi-tubi. Kapolri dan Jaksa Agung hanya menjadi penonton. Serangan pimpinan komisi hukum dalam rapat terbuka itu pada hakikatnya merupakan intervensi atas penegakan hukum yang sedang dilakukan KPK. Ketua Komisi III DPR Benny K Harman, misalnya, menyebut KPK sebagai teroris baru bagi anggota DPR.

Menurut politikus Partai Demokrat tersebut, akibat sikap KPK, anggota dewan tidak tenang menjalankan tugas. Ya .... tak tenag menjalankan tugas ... keh keh keh.
Semoga ada mahasiswa, kelak yang akan memberikan "badik" serta "rencong" kepada KPK dan berpesan : "lawan !".

Muhammad Ilham Fadli

Referensi :

(editorial) Media Indonesia/4-10-2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar