![]() |
berita77.com |
Karl Marx sering dijuluki sebagai bapak dari komunisme yang
berasal dari kaum terpelajar dan politikus. Ia memperdebatkan bahwa analisis
tentang kapitalisme miliknya membuktikan bahwa kontradiksi dari kapitalisme
akan berakhir dan memberikan jalan untuk komunisme.
Walaupun Marx menulis
tentang banyak hal semasa hidupnya, ia paling terkenal atas analisisnya
terhadap sejarah, terutama mengenai pertentangan kelas, yang dapat diringkas
sebagai "Sejarah dari berbagai masyarakat hingga saat ini pada dasarnya
adalah sejarah pertentangan kelas", sebagaimana yang tertulis dalam kalimat
pembuka dari Manifesto Komunis.
Tetapi tulisan hebat itu baru menjadi inspirasi
untuk lahirnya perubahan setelah terjadi Revolusi Bolshevik atau dikenal juga
dengan Revolusi Oktober yang dilakukan oleh pihak komunis Rusia, di bawah
pimpinan Lenin.
Apa artinya bagi kita sejarah Komunis itu? Bahwa pemikiran
hebat tidak harus diselesaikan pada zaman ketika pemikiran itu muncul. Menulis
adalah kata kunci agar andai tidak bisa dilakukan sendiri maka akan ada orang
lain yang akan mentunaiknya. Makanya pemikiran yang sehat dasarnya adalah niat
baik, dan tak peduli kapan ide dan pemikiran itu akan sampai menjadi sebuah
inspirasi bagi orang lain.
Khilafah lahir dari itjihad ulama dari beberapa abad yang
lalu. Konsep khilafah telah dibukukan begitu luasnya dari generasi ke generasi.
Namun sejak pemikiran khilafah itu didengungkan, sampai kini konsep itu belum
bisa membuktikan idealisme nya bisa diterapkan untuk sebuah negara.
Bahkan
belum bisa melahirkan sebuah revolusi hebat seperti Revolusi Bolshevik , yang
gaungnya keseluruh dunia dan menjadi inspirasi bagi kaum pergerakan di seluruh
dunia untuk lepas dari kolonialisme.
Apa sebab? Karena khilafah dimaknai sebagai sebuah gerakan
internationalisasi , bukan sebagai konsep yang bisa menginspirasi orang untuk
bergerak. Tulisan Karl Max setelah ia wafat lebih banyak dibahas dalam konteks
akademis dari kaum terpelajar. Tidak pernah dibahas ditingkat rakyat tidak
terdidik. Dari proses inilah lahir generasi tercerahkan lewat komunisme.
Memang
tidak banyak kaum terpelar yang terinspirasi akan komunisme, namun energi kaum
terpelajar ini bagaikan maknit luar biasa yang mampu menarik jutaan rakyat
jelata dalam satu barisan sehingga terjadilah revolusi.
HT, harus menggunakan cara cara seperti ini melalui program
pencerahan lewat kaum terpelajar, tidak melalui rapat provokasi agitasi dan
kolosal tapi lewat panggung akademis. Aktif terlibat menerbitkan beragam buku
dari segala aspek kehidupan. Proses ini harus dilalui dengan sabar dan biarlah
kehendak Allah yang akan menentukan kapan konsep khilafah ini dapat menjadi
inspirasi orang untuk berubah.
Kalau HT tidak sabar dan ingin segera mewujudkan impiannya
maka jalan yang paling bijak adalah lewat revolusi parlemen atau revolusi
konstitusional. Caranya ? HT harus mau bermetamorfosa menjadi Partai Politik.
Setelah itu, gerakan HT akan di legitmasi oleh UU untuk menebarkan paham
khiafahnya. Dan nanti waktu Pemilu, HT harus membuktikan konsep khilafah nya
diterima oleh lebih separuh rakyat Indonesia, Dengan demikian Parlemen dua
pertiga dikuasai HT.
Tentu perubahan
idiologi dan UUD dapat di laksanakan sesuai dengan agenda Khilafah nya HT. Tapi
kalau gagal tentu harus menerima kenyataan bahwa khilafah memang belum bisa
menggantikan Pancasila. BUkan karena khilafah tidak bagus tapi karena rakyat
kebanyakan belum bisa menerima. Tapi kalau HT tetap sebagai ormas dengan
mengusung progam khilafah maka walau bagaimanapun HT mengatakan tidak
berpolitik dan tidak anti pancasila namun cara cara mengusung khilafah yang
dilakukan diluar parlement adalah inskonstitusional.
Apalagi dengan keterlibatan HT dalam aksi bela islam kasus
Ahok maka ini semakin memberikan legitimasi bagi pemerintah untuk membubarkan
HT. Andaikan ..andaikan HT tetap tidak terlibat dalam politik praktis lewat
aksi extraparlementer tentu program pencerahan HT yang sudah berjalan selama
ini tidak akan mendapatkan hambatan. Tapi semua sudah terjadi. Suka tidak suka,
publik dan pemerintah sudah punya persepsi bahwa HT engga punya dampak positip
bagi pembangunan nasional....Itulah harga yang harus dibayar..
Pelajaran era Khalifah empat...
Bila kaum “Islamis” menggambarkan periode salaf itu sebagai
zaman keemasan yang patut dirindukan, sebetulnya, periode itu “zaman
biasa”.Bahkan sebenarnya “tidak banyak yang gemilang dari masa itu. Malah, ada
banyak jejak memalukan.”
Contoh yang paling tajam ialah saat kejatuhan Usman bin
Affan, khalifah ke-3. Sahabat Rasul yang diangkat ke kedudukan pemimpin umat
pada tahun 644 itu–melalui sebuah musyawarah terbatas antara lima
orang–berakhir kekuasaannya 12 tahun kemudian. Ia dibunuh. Para pembunuhnya
bukan orang Majusi, bukan pula orang yang murtad, tapi orang Islam sendiri yang
bersepakat memberontak.
Mereka tak sekadar membunuh Usman.
Menurut sejarawan
al-Thabari, jenazahnya terpaksa “bertahan dua malam karena tidak dapat
dikuburkan”. Ketika mayat itu disemayamkan, tak ada orang yang bersembahyang
untuknya. Siapa saja dilarang menyalatinya. Jasad orang tua berumur 83 itu
bahkan diludahi dan salah satu persendiannya dipatahkan. Karena tak dapat dikuburkan
di pemakaman Islam, khalifah ke-3 itu dimakamkan di Hisy Kaukab, wilayah
pekuburan Yahudi.
Tak diketahui dengan pasti mengapa semua kekejian itu terjadi
kepada seseorang yang oleh Nabi sendiri telah dijamin akan masuk surga.
Mengutip kitab al-Tabaqãt al-Kubrã karya sejarah Ibnu Sa’ad,
yang menyebutkan satu data yang menarik: khalif itu agaknya bukan seorang yang
bebas dari keserakahan. Tatkala Usman terbunuh, dalam brankasnya terdapat
30.500.000 dirham dan 100.000 dinar. Kaum “Islamis” tak pernah menyebut
peristiwa penting itu, tentu.
Dan tentu saja mereka tak hendak mengakui bahwa tindakan
berdarah terhadap Usman itu menunjukkan ada yang kurang dalam hukum Islam: tak
ada pegangan yang mengatur cara mencegah seorang pemimpin agar tak menyeleweng
dan bagaimana pergantian kekuasaan dilakukan. Ketika Usman tak hendak turun
dari takhta (ia mengatakan, “Demi Allah, aku tidak akan melepas baju yang telah
disematkan Allah kepadaku!”), orang-orang Islam di bawahnya pun menemui jalan buntu.
Sebagaimana disebut dalam Kebenaran Yang Hilang, para pemuka
Islam waktu itu mencari-cari contoh dari masa lalu bagaimana memecahkan soal
suksesi. Mereka gagal. “Mereka juga mencari kaidah dalam Islam…tapi mereka tak
menemukannya,” .
Maka perkara jadi runcing dan mereka mengepung Usman–lalu
membunuhnya, lalu menistanya. Tampak, ada dinamika lain yang mungkin tak pernah
diperkirakan ketika Islam bertaut dengan kekuasaan.
Dinamika itu mencari jalan dalam kegelapan tapi dengan rasa
cemas yang sangat. Orang memakai dalih agama untuk mempertahankan takhta atau
untuk menjatuhkan si penguasa, tapi sebenarnya mereka tahu: tak ada jalan yang
jelas, apalagi suci. Di satu pihak, mereka harus yakin, tapi di lain pihak,
mereka tahu mereka buta.
Itu sebabnya laku mereka begitu absolut dan begitu bengis.
Pada tahun 661, setelah lima tahun memimpin, Ali dibunuh dengan pedang beracun
oleh seorang pengikutnya yang kecewa, Ibnu Muljam. Khalifah ke-4 itu wafat
setelah dua hari kesakitan. Pembunuhnya ditangkap. Sebagai hukuman, tangan dan
kaki orang ini dipenggal, matanya dicungkil, dan lidahnya dipotong. Mayatnya
dibakar. Ketika pada abad ke-8 khilafah jatuh ke tangan wangsa Abbasiyah, yang
pertama kali muncul al-Saffah, “Si Jagal”.
Di mimbar ia mengaum, “Allah telah mengembalikan hak kami.”
Tapi tentu saja ia tahu Tuhan tak pernah menghampirinya. Maka ia ingin tak ada
lubang dalam keyakinannya sendiri (juga keyakinan orang lain) tentang kebenaran
kekuasaannya. Al-Saffah pun mendekritkan: para petugas harus memburu lawan politik
sang khalif sampai ke kuburan. Makam pun dibongkar. Ketika ditemukan satu
jenazah yang agak utuh, mayat itu pun didera, disalib, dibakar. Musuh yang
telah mati masih terasa belum mutlak mati. Musuh yang hidup, apa lagi….
Islam ketika digunakan sebagai kendaraan politik maka dia
kehilangan nilai rahmatan lilalamin. Islam semacam itu hanya menebarkan fitnah,
kebencian, pembunuhan, kerakusan, pembodohan, tak ubahnya dengan idiologi
lainnya.. Karena sebetulnya mereka tidak menyiarkan islam tapi mereka merusak
islam itu sendiri demi kekuasaan dan akses kepada harta. Kepada Allah kita
berserah diri, karena hanya Allah yang bisa menjaga Islam itu rahmat bagi
semua.
Dan biarlah waktu yang akan menilai nanti... Kita hanya tahu
islam itu seperti yang diajarkan Rasul, sebagaimana Aisyah radhiyallahu 'anha
meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Wahai Aisyah, sesungguhnya Allah itu Maha Lembut, mencintai yang lembut
di dalam seluruh perkara". (HR. Bukhari.) Yang tidak lembut, itu bukan islam.
Mereka hanya memanfaatkan islam untuk kepentingan pribadinya.
Grup fb Diskusi dengan Babo
Grup fb Diskusi dengan Babo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar