Post Top Ad

Post Top Ad

Selasa, 16 Mei 2017

Gus Dur, Ulama NKRI yg Dicintai Semua

Sejak SMA akhir hingga kuliah, saya termasuk yg kurang sreg dengan sikap Gus Dur dalam menjalankan Islam. Maklumlah, saya lagi semangat-semangatnya merasa membela Islam, merasa telah mereguk nikmatnya Iman. Masa-masa itu saya ikut pengajian yg merupakan afiliasinya partai anu you know who :p

Kalau mengingat masa-masa itu, saya malu sendiri sampe pingin nyungsep ke bumi. Siapalah saya ini yg ilmunya seupil pun kagak, ngajinya pun sama yg ngandalin terjemahan, gak paham arab, gak ngerti kitab kuning. Songong tingkat dewa seenaknya menilai Gus Dur yg ulama ngelotok dengan ilmu yg lengkap, mendalam & diakui dalam-luar negeri. Untungnya saya gak parah-parah amat gak suka sama Gus Dur, gak sampe menghina fisik apalg ngata-ngatain liberal, munafik, syiah, kafir dan sejamaahnya seperti yg dilakukan beberapa orang/kalangan.

Waktu Gus Dur dipilih MPR sebagai Presiden, saya lagi tugas di Papua. Peristiwa pemilihan Presiden tersebut diliput langsung di televisi. Saya melihat jelas wajah kecewa dan desahan nafas berat teman-teman Papua, mereka berharap Megawati yg menang pemungutan suara menjadi Presiden. Salahsatu alasannya adalah, mereka khawatir terkait faktor agama. Gus Dur kan ulama Islam, tentulah yg non Islam tidak akan dipikirkan apalagi Papua. Seperti jaman orba, padahal bukan ulama presidennya.

Akhir tahun 1999 Gus Dur mengunjungi Papua. 1 Januari 2000, Gus Dur mengganti nama Irian Jaya menjadi Papua. Nama yg sejak lama merupakan aspirasi & identitas masyarakat Papua.

Orang-orang Papua yg ikut menghadiri langsung acara-acara bersama Presiden Gus Dur bercerita banyak tentang kekagumannya pada Gus Dur. Teman-teman saya pun berubah mendukung Gus Dur. Gus Dur akhirnya diberi gelar Bapak Papua. Sampai sekarang pun Gus Dur sangat dihormati masyarakat Papua. Hal ini berdampak positif pada perkembangan Islam di Papua yg mayoritas Kristen.

Gus Dur pula yg mengakhiri diskriminasi rasial terhadap etnis Tionghoa. Diskriminasi yg diformalkan oleh rezim orba. Sebagai negara mayoritas Islam, diskriminasi rasial jelas bertentangan dengan ajaran Islam. Bisa dikatakan sebagai penistaan terhadap ajaran Islam yg anti diskriminasi berdasarkan prinsip akhlakul karimah & rahmatan lil alamin. Karenanya, etnis Tionghoa pun sangat menghormati Gus Dur.

Gus Dur, ulama Islam yg sangat dihormati & disayangi oleh semua umat beragama. Hal ini tentu saja tidak akan terjadi pada ulama yg mengajarkan kebencian & ancaman pada yg berbeda agama.
Berkat Gus Dur, persaudaraan dalam keIndonesiaan makin erat. Persatuan dalam kebhinnekaan tetap terawat & terjaga. Sebagaimana yg dicita-citakan para pejuang & pendiri bangsa dan negara Indonesia.

Mari bersama-sama kita menjaga warisan yg luar biasa ini, yg tiada duanya di dunia ini. Karena banyak pembenci yg tak rela bila di Indonesia ini, semua suku semua agama duduk sama rendah berdiri sama tinggi, memiliki hak & kewajiban yg sama di NKRI.
16 Mei 2017
Amirsyah Amirsyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar