Post Top Ad

Post Top Ad

Senin, 15 Mei 2017

Pertengkaran

Dunia maya kini menyala oleh hasutan untuk bertikai. Sebagian orang seperti merindukan perang. Memanas-manasi, menebar kebencian dan hasutan, menepuk dada jumawa seolah-olah pabila konflik terjadi dirinya akan menjelma pahlawan dan menjadi manusia digdaya.

Saya tampilkan lagi tulisan lama ini, terutama bagi mereka yang hidup semenjana dan tak pernah mengendus aroma perang seumur hidupnya.
Tahu engkau bagaimana sakitnya konflik antarpemeluk agama?

Saat konflik Ambon masih membara dan pemerintah belum juga menemukan jalan keluar selain mengirim puluhan batalyon tentara ke Maluku, saya datang ke sana. Tiga kali, di setiap perang terbuka terjadi.

Turun di bandara di Laha -- satu-satunya kawasan netral -- lalu mencari angkutan ke Ambon dengan was-was. Sedari awal pertanyaan untuk yang datang hanya satu: Acang atau Obed? Kamu Hasan atau Robert?

Yang Obed akan menuju kota dengan menyusur darat mengitari tanjung, menuju Paso. Saya yang Acang, naik ojek menuju satu dermaga tikus untuk menyewa perahu membelah selat kecil menuju pelabuhan di belakang Masjid Alfatah. Di laut, jika ada gerak atau bunyi mencurigakan, pemilik perahu berteriak ke penumpang untuk tiarap, tepatnya telungkup di dasar perahu, kalau-kalau ada peluru yang menyasar penumpang. Dan bla-bla-bla, kehidupan yang penuh curiga, masa depan yang tak pasti.....

Di satu episode perang Afganistan, saya ke Peshawar, kota kecil perbatasan Pakistan-Afganistan. Ada satu ceruk lembah menampung ribuan pengungsi yang terusir oleh Taliban. Juga ada lembaga sosial Yayasan Jamaluddin Afgani yang khusus menangani korban cacat perang. Semula, saya mengira komplek lembaga itu seperti sebuah rumah atau barak menampung para cacat veteran, mungkin buta, mungkin cuma lumpuh.

Memasuki komplek itu, Masya Allah, lautan manusia cacat: sebuah dunia yang bahkan tak terbayangkan dalam mimpi. Lautan manusia tanpa kaki, tanpa tangan, ada yang cacat sempurna tak bertangan dan kaki lagi. Secara fisik, sayalah yang paling sempurna di antara ribuan orang itu.

Tak ada konflik yang lebih lama di muka bumi selain perseteruan kelompok-kelompok manusia yang dipisahkan oleh agama. Ini perang yang tak memperebutkan apa-apa, bukan juga surga.
Perang Salib (1096-1271) berlangsung hampir dua abad, perang Israel yang Yahudi dengan Palestina bahkan belum selesai sampai hari ini.

Konflik antarpemeluk agama adalah perseteruan yang nyaris abadi, yang hampir tak ada jalan keluarnya, yang menimbulkan luka berkepanjangan, yang meniadakan masa depan anak-anakmu dan juga bangsamu.
Tahu engkau bagaimana sakitnya konflik antarpemeluk agama?

13 Mei 2017
Tomi Lebang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar