Post Top Ad

Post Top Ad

Jumat, 12 Mei 2017

Sudahkah minta maaf setelah nyebar Hoax?

Internet memberi kita akses informasi melimpah, tanpa filter dan saringan. Satu-satunya perekat dari informasi yang beragam hanyalah preferensi dan bias pribadi.
Dalam satu tema saja, kita memilah informasi - fakta maupun opini - melalui preferensi dan bias ini. Ambil yang sesuai hati meski hanya opini. Buang yang berlawanan meski itu fakta.
Integritas manusia yang harusnya menjadi makhluk berpikir, mulai tergerus. Dan pro maupun kontra, akhirnya kita hanyalah entitas partisan yang buas.

Kita tak lagi berpikir, dan mengakui kesalahan berpikir.
Saya jadi teringat ketika kasus Aleppo timur ramai di media sosial tanah air tahun lalu. Saya, bu Dina dan teman-teman yang lain berusaha keras untuk memberikan informasi pembanding, sebagai modal untuk menimbang.

Di seberang, tak kalah banyak yang berusaha mempengaruhi opini publik bahwa tentara 'syiah' Syria, atas perintah Assad, akan membantai muslim 'sunni' di Aleppo.
Tak ada lagi pengecekan fakta bahwa mayoritas tentara Syria adalah Sunni. Tak ada lagi penggalian informasi bahwa 'pembantaian' yang mereka 'janjikan', tak pernah terjadi.
Arus propaganda ini begitu masif, dan terstruktur. Donasi deras mengalir. Ungkapan simpati, kemarahan dan kebencian menjadi norma. Di titik ini, banyak yang sudah memutuskan, berdasarkan informasi sesuai preferensi dan biasnya.

Kini, Aleppo sudah terbebas. Penduduk sipil yang terjebak di dalamnya, sudah diungsikan dan didata. Yang masih ingin bersama Syria, diantar ke Aleppo barat, dan kini dalam proses relokasi ke Aleppo timur kembali.
Yang ingin bertahan bersama Jabhat al-Nusra, dikirim dan dikawal dalam barisan bus-bus hijau menuju Idlib. Personil Nusra bahkan diperbolehkan memanggul senjata, sebagai hak atas alat mempertahankan diri di wilayah konflik.
Lalu, mana pembantaian muslim sunni yang mereka tuduhkan?

Zilch.
Dan yang menyakitkan, tak ada klarifikasi, atau ungkapan pengakuan bahwa selama ini informasi yang mereka sebarkan keliru.
Mereka tak mau lagi membahas Aleppo timur, membedah apa yang sebenarnya terjadi, atau bahkan mengaku salah. Aleppo, adalah case-closed.
Mereka jalan terus. Indifferent. Langsung move-on dan mencari tema baru, saat mereka terbukti salah besar, atau tepatnya, berbohong, dalam tema sebelumnya.

Tak usah kita bahas, bagaimana mereka bisa teguh satu barisan dengan neocon dalam mengumandangkan 'jihad'. Seolah mereka punya prinsip unik dalam proses berpikir, bahwa tak peduli benar atau salah, sekali menetapkan pilihan, maka itu adalah 'kebenaran'.
Yang lebih menyesakkan, adalah bagaimana banyak saudara-saudara sebangsa kita, berhenti bertanya dan berpikir. Himpunan fakta menjadi angin lalu karena rasa 'takut' dan 'marah' sudah sedemikian kental dalam dirinya.

Fear-mongering adalah ramuan mujarab yang senantiasa manjur dihembuskan para bloodsuckers. Nafas mereka adalah disinformasi. Gairah mereka adalah konflik. Pertumpahan darah membuat mereka orgasme.
Dan kita, dengan preferensi dan bias pribadi yang kadang lepas kendali, berpotensi menyambut seruan bloodsuckers dengan tangan terbuka.
Be vigilant!

Helmi Aditya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar