Post Top Ad

Post Top Ad

Selasa, 02 Mei 2017

Khilafah

Pemahaman keagamaan bisa terus berkembang. Terlebih kata Imam Suyuthi, karena generasi berikutnya secara terus menerus bisa menikmati banyak kemudahan dalam mengakses banyak teks, fasilitas yang tidak dimiliki oleh generasi atau beberapa generasi sebelumnya. Menurutnya evaluasi harus berlaku hampir dalam semua disiplin ilmu.

Dahulu Ali Abdu Raziq mengatakan tidak pernah ada negara Islam, ijazah beliau di Azhar dicabut. Sekarang, selain Hizb Tahrir dan sedikit kelompok pengasong khilafah lainnya, mayoritas umat menyadari Nabi tidak pernah membangun negara Islam. Beliau membangun Madinah dengan tetap menjaga pluralitas di dalamnya.

Bahkan para pakar mengatakan, diantaranya Syeikh Aun al-Qadumi, sampai meninggal Rasulullah saw Madinah belum bisa disebut sebuah Negara, karena disana tidak ada masyarakat dan infrastruktur minimal yang dibutuhkan suatu komunitas dengan teritori dan administrasinya untuk disebut negara.

Rasulullah saw sendiri tidak membuat sistem pemerintahan dan tidak menentukan cara dalam suksesi pemerintahan. Baru generasi berikutnya menjangkarkan situasi politik mereka kedalam teks-teks agama. Misalnya kata Khalifah, yang pada awalnya bermakna luas, menjaga kelestarian bumi dan kesejahteraan manusia menjadi sempit dengan pengertian sistem pemerintahan tertentu.
Perubahan terminologi "Khalifah" dalam surat Al Baqarah bisa dilihat dalam Tafsir al-Qurthubi.
{وإذ قال ربك للملائكة إني جاعل في الأرض خليفة} :
Imam al-Qurthubi menulis dalam tafsirnya,

هذه الآية أصل في نصب إمام وخليفة يسمع له ويطاع, لتجتمع به الكلمة, وتنفذ به أحكام الخليفة. ولا خلاف في وجوب ذلك بين الأمة ولا بين الأئمة إلا ما روي عن الأصم حيث كان عن الشريعة أصماً, وكذلك كل من قال بقوله واتبعه على رأيه ومذهبه, قال: إنها غير واجبة في الدين بل يسوغ ذلك, وأن الأمة متى أقاموا حجهم وجهادهم, وتناصفوا فيما بينهم, وبذلوا الحق من أنفسهم, وقسموا الغنائم والفيء والصدقات على أهلها, وأقاموا الحدود على من وجبت عليه, أجزأهم ذلك, ولا يجب عليهم أن ينصبوا إماما يتولى ذلك
"Ayat ini menjadi dalil kewajiban mengangkat Imam A'dzam atau Khalifah... Para ulama berpendapat demikian kecuali (Imam Asham) ia mengatakan pengangkatan Khalifah bukan kewajiban agama... jika dalam suatu komunitas bisa menjalankan agama, penarikan pajak dan sumber pemasukan bagi masyarakat, penegakan hukum, maka cukup tidak ada kewajiban mengangkat Khalifah.

Dari penjelasan Imam Qurthubi ada beberapa informasi penting. Pertama, apa yang disebut "sistem khilafah" tidak mempunyai legitimasi eksplisit baik berupa ayat maupun hadis. Kedua, ulama generasi awal tidak satu suara soal sistem pemerintahan, ada yang mengatakan harus Imam A'dzam atau Khalifah, ada yang mengatakan tidak, seperti Imam Asham. Bagi Imam Asham tidak Jadi soal sistemnya seperti apa yang penting ajaran agama bisa dilaksanakan dan kemaslahatan masyarakat terjamin.

Lalu bagaimana dengan al-Ahkam Al-Sulthaniyah yang ditulis Imam al-Mawardi (364-450 H/ 974-1058M) Menurut Muhammad Khalifah Shadiq kitab ini ditulis oleh beliau untuk meningkatkan soliditas di internal kekhalifahan Bani Abas yang mulai melemah dan gempuran dari Bani Buwaihi yang terus menerus. al-Mawardi hidup pada dua era Imperium itu, Abbasiyah dan Buwaihiyah. Khalif Shadiq menulis,
ويُلاحَظ أن كتاب الأحكام السلطانية حَفَلَ بالنصائح والتحذيرات من مغبة استمرار الواقع البائس للمجتمع والدولة في العهد العباسي في ظل ضعف الخليفة العباسي وتسلّط الأمير البويهي، ويحرك الماوردي في ذلك حرصه على استقرار السلطة واستمرارها وتخلّصها من كل ما يقعد بها، فمعالجته لقضية الخلافة وبيانه لكل ما ينبغي أن تكون عليه، هو في الواقع تحريض للخلافة لكي ترتفع إلى المستوى الذي يريده لها الشرع والمجتمع، وتحريض للمجتمع لكي يعود لسابق عهده، لأن ضعف الخلافة واضطراب كيان المؤسسة السياسية جاء نتيجة لتصدع الجسم المجتمعي إلى كيانات وطوائف إلى جانب أن المجتمع كان واد والخلافة في وادٍ آخر.

Jadi semua karya tulis mempunyai beban sejarahnya sendiri, kita hanya cukup mengambil saripatinya saja, tidak perlu memindahkan beban zaman yang mengitarinya. Saya suka kutipan ini,
ولا أعني بالعودة للتراث واستخراج أفكاره وخلاصاته التخندق عن التراث والاحتماء بصدفته، وإنما الغوص في أعماقه وإعادة هضمه وتمثيله للخروج بثمرته التي تساهم في النهضة وفي معالجة معضلات العصر ومدلهمات الزمـان.
واستصحاب التراث في طريق النهضة هو بمثابة الانطلاق من أساس متين وركن وثيق، إذاً لا نهضة حقيقية لمن لم ينطلق من أصوله وثوابته، وتراثنا بحمد الله ممتليء بعناصر الحيوية ويفيض بمقومات التطوّر والنهضة، ولكن أصحاب العقلية الانهزامية أمام الآخر سيما الغرب لا يرون كل ذلك

"Kita merujuk teks warisan para pendahulu dan berupaya keras mengambil pokok pikirannya dan mengambil intisarinya bukan untuk mengambil jarak dengan teks itu bukan pula berlindung mencari pembenaran. Akan tetapi kita menyelam ke kedalaman teks untuk keluar darinya dengan membawa hasil untuk bekal kebangkitan umat, mengobati carut marutnya masa dan silang sengkarut nya zaman.

Kita selalu menjadikan turats (teks masa lalu) sebagai tangga kebangkitan karena kita harus bergerak dari dasar yang kokoh dan pilar yang kuat.
Karena tidak ada kebangkitan yang tidak berpijak pada akar dan pondasi yang kuat.".
Khilafah adalah pengalaman sejarah, eksperimen panjang sistem pemerintahan bukan sistem yang Kudus. Sebagai pengalaman sejarah, jika memang ada, khilafah setara dengan oligarki, teokrasi, demokrasi. Yang relevan bagi masyarakat modern adalah Demokrasi. Kecuali ingin mengulangi dan mengulangi lagi pembantaian atas nama agama ini.
Dalam "tashil nadzri wa ta'jil al-dzafri" al-Mawardi menulis,
"وقد أوجزت في هذا الكتاب من سياسة الملك ما أحكم المتقدمون قواعده، فإن لكل ملة مسيرة ولكل زمان سريرة

"Dalam kitab ini saya memuat politik para raja, berupa kaidah-kaidah yang telah disusun para ulama terdahulu. Karena setiap agama "Milah" mempunyai alurnya sendiri dan setia zaman mempunyai rahasianya sendiri."
Berilah tiap jaman haknya, jangan memaksakan apa yang tidak cocok untuk jaman ini.

Ahmad Tsauri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar